Music Card

Senin, 23 Februari 2015

[Fanfiction VEnomeNAL] Senyumanmu,Kak



Rintik2 gerimis yg awalnya hanya seperti angin dingin yg berhamburan, kini menyerbu dengan alunan yg kuat menghantam, meluncur, menukik ke bawah. Menyentuh apa saja yg di laluinya. Senja semakin menghitam, bukan hanya karena waktu yg berperan. Tapi, awan gelap menghalangi dan mendekap sang mentari.

 Terlihat gadis kecil, kurus dengan pakaian yg lusuh dan basah kuyup, menggigil di tepian jalan. Tangisan kebingungan terpancar jelas dari raut wajahnya, sekilas ada rasa sakit terselip dalam pertahanannya. Sementara, kendaraan dan orang2 di sekitar berlalu lalang dengan urusan mereka masing2. Seolah gadis kecil itu bagaikan benda yg tak ternilai, terabaikan.
 .
 .
 "Sayang.... jangan sedih gitu dong. Biasanya kan kita memang sering pindah2". Ucap seorang wanita dewasa berparas cantik. Menengok ke jok belakang, dimana gadis kecil itu menatap tepian jendela mobil. Melihat derasnya hujan yg saling berkejaran(?) dengan wajah yg di tekuk.

 "Tapi Ma, aku suka sekolah itu. Teman2ku juga dah banyak". Keluh sang anak.
 "Lagian, tanggung banget sih! Bentar lagi kan kenaikan kelas 6, tapi kita pindah lagi?!". Cemberutnya.

 "Sayang.... maafin Papa, karena tugas Papa. Mau gak mau kita harus sering berpindah2". Kali ini Papa bersuara dengan fokus ke jalanan. Sesekali melirik ke spion atas untuk mengetahui kondisi sang anak.

 "Eh, Pa...Pa sebentar, itu ada anak kecil di pinggir jalan. Ayo Pa kita samperin, kasihan dia kehujanan". Cemas sang Mama.

 "Ih, buat apa sih. Biarin aja anak gembel itu di sana!". Celetuk sang anak.

 Namun, mereka tak menghiraukan ucapan anaknya. Setelah menepikan mobilnya, mereka menghampiri anak itu dengan membawa payung. Otomatis, gadis kecil yg masih berada di dalam mobil mendengus kesal.

 Anak jalanan itu, sudah basah kuyup dengan tubuh yg bergetar, menggigil dan pucat. Kondisinya benar2 memprihatinkan.

 "Nak, kenapa hujan2an sendirian? Dimana orang tua kamu?!"
 "Oh, ya ampuun!!". Ucapan wanita itu mengeras, mengalahkan derasnya hujan.

 Gadis kecil itu mendongak ke atas, menantang terpaan air hujan yg menghantam keras. Pandangannya tak jelas karena air itu memenuhi kelopak matanya. Wajahnya pucat pasi, bibir mungil itu sudah membiru. Suara gigi2nya saling menghentak, menggigil. Tak sempat menjawab, gadis kecil itu sudah jatuh tak sadarkan diri.
 ********

 "Ve...!!!". Teriakan itu menggemparkan dan memekakkan telinga, bagi siapa saja yg mendengarnya.

 Muncul seorang gadis remaja, cantik, berambut panjang dengan memakai seragam putih abu-abu. Tergopoh2 menuruni anak tangga sambil menenteng dua tas yg nampak, merepotkan(?).

 "Iy..iya, maaf. Tadi habis beres2 tempat tidur dulu". Ucap gadis yg di panggil Ve, begitu gugup dengan nafas tersengal.

 "Bisa gak sih, cepet dikit?! Dasar lelet!! Dah hampir jam 7 tau!". Bentak gadis yg tadi berteriak memanggil Ve, dia Kinal.
 "Yaudah kita berangkat sekarang!!".

 "Tap..tapi...".

 "Gak da tapi2an, mau? Kita di hukum gara2 telat, hah!!". Bentaknya, lagi.

 Ve merasa, pagi ini begitu lapar. Dia ingin sarapan, tapi tak pernah ada kesempatan. Akhirnya Ve hanya bisa pasrah.
 .
 .
 Tahun2 berlalu, anak kecil yg di temukan di jalanan itu, kini tumbuh menjadi sosok gadis yg cantik. Yah, dia Veranda. Nama yg di berikan oleh sepasang suami istri, yg tak lain adalah orang tua Kinal. Karena kondisi Ve yg mengalami trauma(?) Sehingga ia mengira orang tua Kinal adalah ortu kandungnya. Tapi berbeda dengan Kinal, dia tak pernah menganggapnya. Kinal selalu bertindak semena2, kasar dan lain sebagainya. Yg pasti perlakuan itu, di luar pengetahuan ortu Kinal.

 Sudah hampir 3 bulan ini ortu mereka pindah rumah, lagi. Kali ini ortunya akan menetap di kota Bandung sampe sang Papa pensiun. Jadi, otomatis Bandung menjadi tempat singgahnya yg terakhir. Namun, Ve dan Kinal masih stay di Jakarta. Karena mereka sudah kelas XII dan sebentar lagi mengikuti UN. Jadi mereka memutuskan untuk menyusul ortunya setelah kelulusan nanti.
 .
 .
 "Gara2 loe, kita di hukum!! Loe harus tanggung jawab, pokoknya semua PR gue, loe yg harus ngerjain, paham!!". Gertak kinal.

 "Bukankah memang seperti itu ya, selama ini?". Gumam Ve, yg masih terdengar oleh Kinal.

 "Eh? Ah...pokoknya apapun itu loe yg harus ngerjain semuanya!!". Geram Kinal.

 Saat ini mereka berada di tengah lapangan, menghadap tiang bendera dengan tangan kanan bersikap hormat. Peluh menghiasi wajah2 cantik mereka. Dalam kondisi seperti itu pun, Kinal masih sempat2nya meluapkan emosi terhadap Ve.

 Kinal melirik ke arah kirinya, terlihat wajah yg memucat. Sadar di perhatikan oleh Kinal, Ve melirik dengan senyuman. Buru2 Kinal mengacuhkan. Yah, hampir tiap hari wajah itu selalu pucat. Tapi senyuman itu, tak pernah lepas dari paras cantiknya.
 .
 .
 .
 Kinal terlihat santai berjalan dengan terpasang aerphone di kedua telinganya sambil bersiul mengikuti alunan musik yg di dengarnya. Di belakangnya, Ve mengikuti dengan menggendong dua tas miliknya dan milik Kinal. Hal itu sudah menjadi rutinitas mereka sehari2.

 Rumah dan sekolah hanya berjarak 1km. Sebenarnya, mereka bisa saja naik motor atau kendaraan umum untuk menuju atau pulang dari sekolah. Tapi tidak di lakukannya. Lebih tepatnya, Kinal melarangnya. Yups, itu di lakukan hanya untuk ngerjain Ve selama ini.

 Kinal sih enjoy, sekedar berjalan kaki yg hanya berjarak 1km karena dia punya fisik yg kuat. Tapi tidak dengan Ve. Gadis itu lemah. Meskipun begitu, dia tak pernah mengeluh di perlakukan seperti itu oleh Kinal.

 Wajah pucat Ve, juga bukan tanpa alasan. Itu karena Ve sering tak sempat sarapan, tepatnya tak pernah bisa sempat untuk sekedar sarapan. Yah, dari sebelum mentari terbit untuk menyambut hari. Ve sudah di sibukkan dengan rutinitasnya yaitu bersih2 rumah, mencuci, memasak dll. Ve mengerjakan semua pekerjaan rumah, sendirian. Dan itu atas suruhan Kinal.

 Setelah Kinal membeberkan siapa Ve sebenarnya, membuat Ve sangat syok dan tak menyangka. Karena selama ini, Ve adalah anak kesayangan mereka. Namun Ve sadar, siapalah dia tanpa pertolongan dari orang tuanya yg ternyata bukan ortu kandungnya. Ve merasa berhutang budi. Dan itu di gunakan Kinal sebagai senjata untuk memanfaatkannya
.

 Kinal merasa, setelah kehadiran Ve di keluarganya. Membuat kasih sayang ortunya yg seharusnya Kinal dapatkan teralihkan kepada Ve semata.

 Kinal tumbuh menjadi gadis yg keras dan pemberontak, sedang Ve tumbuh menjadi gadis manis dan penurut. Tak hanya itu, teman2 di sekolah selalu membanding2kan mereka. Kinal bertambah geram, karena hanya sisi negatif yg tersemat dalam dirinya. Lain dengan Ve yg selalu di eluh2kan. Ve yg lebih cantik, lebih pintar, lebih sopan dan bla..bla..bla.
 .
 .
 .
 "Nanana..nananananana...". Kinal bersenandung kecil sambil berjalan santai di tepian trotoar.
 "Oh ya Ve, anterin gue ke gramedia dulu. Gue mau beli komik. Kalo udah sampe sana, loe langsung pulang aja. Soalnya habis dari sana gue mau nonton sama temen2".

 Kinal masih berjalan, aerphone sudah di lepasnya. Tapi tak ada sahutan dari Ve. Berhenti sejenak, lalu menengok ke belakang. Kaget!! Jarak 10 meter darinya, Ve tergeletak tak sadarkan diri di tepi jalan.
 *
 *
 Kinal berjalan mondar-mandir di depan sebuah kamar RS. Setelah Dokter selesai memeriksa Ve. Kinal langsung menghampiri dan menanyakan kondisinya. Dokter menjelaskan bahwa Ve mengalami gastritis kronis dan gejala typhoid. Penyebabnya karena sering telat makan dan kurang istirahat. Dokter menyarankan untuk lebih memperhatikan kesehatannya. Karena jika di biarkan dan sampe berkelanjutan. Itu bisa membahayakan nyawanya.

 Kinal tak menyangka, atas penjelasan dari sang Dokter. Jauh di lubuk hatinya, Kinal merasa bersalah karena pemicu semua itu adalah dirinya.
 .
 .
 Pukul 20.45 WIB.
 Perlahan Ve membuka kelopak matanya, sayu dan terlihat jelas kantung mata yg menghitam dengan bibir kering, pucat. Tapi tak mengurangi sinar alami kecantikannya.

 Kepala Kinal bersender di ujung bed tempat Ve terbaring. Ternyata, tangan Kinal menggenggam erat tangan Ve dalam tidurnya.

 Samar, terlihat butiran bening yg merembeti pipi halus yg terlihat makin tirus itu. Ya, Ve terlihat sangat kurus sekarang. Pipi chubbynya sudah tak terlihat lagi, setelah mereka hanya tinggal berdua.

 Mendengar suara rintihan dan gerakan tangan. Kinal terbangun, dan reflek melepas genggaman tangannya cepat2.

 "Ve, loe dah bangun. Gimana? Apanya yg sakit?!". Kata2 itu melantun cepat, menandakan rasa kekhawatiran.

 Bukan jawaban yg Kinal dengar, tapi isakan Ve yg semakin kencang. Kinal bingung, namun rasa itu di tepisnya.

 "Loe kenapa sih?! Bikin repot gue aja, tau!!". Bentak Kinal, kemudian.

 Namun, kali ini nada suara Kinal terdengar gugup dan canggung. Dalam isakan, Ve menyunggingkan senyuman. Kinal mengerutkan kening, salah tingkah.

 "Ma..kasih, Kin..nal". Ve sesenggukan.

 Tangannya meraih kembali genggaman yg tadi terlepas. Membuat Kinal gusar dan tak tau harus berbuat apa.

 Ve menghela nafas sejenak.
 "Aku tau, sebenarnya kamu adalah gadis yg baik. Kamu perlakukan aku seperti itu bukan tanpa alasan, kan? Kamu hanya khawatir, kamu takut tersisih dan terabaikan di mata Mama-Papa karena keberadaanku". Suara Ve begitu parau.

 Kinal terdiam, ingin rasanya dia mengelak. Tapi, entah kenapa hatinya merasa terkikis, melunak mendengar kata2 itu.

 "Kalo aku mau, sudah dari dulu aku bilang sama Mama-Papa atas tindakanmu sama aku. Tapi aku gak lakuin itu, bukan karena aku takut sama kamu. Aku... hanya ingin selalu dekat denganmu, Nal".

 Kinal melotot, hatinya terasa panas mendengar pengakuan itu.

 "Meskipun aku bukan anak kandung mereka, tapi aku sudah menganggapmu seperti sodaraku, adik kandungku sendiri. Aku lakuin semua yg kamu perintahkan bukan untuk balas budi ke mereka, tapi itu untuk kebahagianmu, Nal. Aku rela, bukankah sebagai seorang kakak memang harus selalu ada saat sang adik membutuhkan?". Suara Ve begitu lembut dan menyejukkan.

 "L..loe ngomong apa sih?! Gu..gue gak ngerti!!". Sangkal Kinal dengan membentaknya.

 Begitulah Kinal, dia tak mau menunjukkan kelemahannya di depan Ve. Kinal tak mau memperlihatkan sebuah rasa yg bisa dinamakan dengan rasa 'iba'.

 Ve tersenyum, selalu. Itulah Ve, meskipun di perlakukan kasar dan sering di bentak oleh Kinal. Ve hanya membalasnya dengan senyuman.

 Kinal sadar, semua tindakannya selama ini sudah sangat keterlaluan. Tapi Kinal tak bisa menghentikannya begitu saja. Kinal beranggapan, orang baik itu selalu lemah dan tak bisa apa2. Tapi semua itu salah! Kinal telah kalah! Hatinya runtuh, hancur di kalahkan oleh sebuah senyuman.
 ******

 "Makasih, kak...Ve". Kinal tersipu malu.

 Rona bahagia terpancar di raut mereka berdua. Dan Ve tak menyangka saat Kinal memanggilnya dengan sebutan 'kak'. Air mata Ve mengalir deras tanpa di minta. Dia langsung memeluk Kinal, erat.

 Saat ini VeNal berdiri di tepian jembatan, memandang sungai yg terbentang luas dengan sunset menghadap kearah mereka. Warna matahari senja tak mampu mengalahkan sinar kebahagiaan yg terpancar di wajah mereka berdua. Kini, VeNal saling mengasihi, memahami, berbagi dan saling menyayangi.
 ******

 ^Kenangan yg tersisa...^

 "Iiih, kenapa sih?! Gembel ini harus ada disini!". Gadis kecil itu bergidik menjauhkan diri, saat melihat anak kecil terbaring lemah di sebelah tempatnya duduk.

 Mobil yg di tumpangi satu keluarga itu melaju cepat menerobos derasnya hujan. Untuk sesegera mungkin menuju tempat yg akan menjadi penyelamat anak kecil yg malang itu.

 Ya, Kinal kecil yg semula nampak kesal dan acuh. Kini melirik. Entah kenapa dia seperti ada daya magnet untuk mengamati sosok itu.
 Kinal mengerutkan kening, melihat anak kecil yg lebih kurus darinya. Pakaiannya basah, lusuh dan compang-camping. Tubuhnya penuh luka, di kaki dan tangannya. Wajahnya pucat dan rambutnya berwarna, merah(?)Tapi hanya sebagian, dan warna itu terlihat nyata di pelipis kirinya.

 Kinal tersentak, karena warna merah itu bukan warna rambut. Melainkan darah!
 Dalam hati Kinal terus berdoa, agar anak kecil di sampingnya itu bisa selamat.
 .
 .
 .
 "Aduuh..!". Gadis manis yg berseragam putih biru itu tersandung dan jatuh.

 "Ya ampun, Ve..!! Kamu gak papa? Hah!! Lutut kamu?!". Panik gadis imut yg berbadan lebih, padat.

 "Ak..aku gak papa kok, Nal". Gadis manis itu tersenyum. Ve tersenyum dalam ringisan.

 "Gak papa gimana?! Berdarah gitu!!". Wajah Kinal terlihat lucu saat panik.

 "Hihihiii...". Ve terkikik kecil.

 "Kok malah ketawa sih?!". Suara Kinal mengeras karena rasa khawatir yg teramat sangat.

 "Abisnya kamu lucu kalo lagi kayak gitu, aku gak papa kok. Beneran deh, ini hanya luka kecil". Senyum itu, lagi. Ve tak pernah lepas dari senyuman di wajahnya, meskipun ia dalam kondisi yg memprihatinkan sekalipun. Itulah yg membuat Kinal tak berkutik saat melihat senyuman itu.
 .
 .
 Begitulah mereka. Tumbuh bersama dengan Kinal yg selalu menjadi pelindung buat Ve. Padahal, Ve lebih tua darinya. Sempat sih, Ve meminta Kinal untuk memanggilnya 'kakak'. Tapi Kinal menolak. Dia berkata pada Ve, kalo seorang kakak itu harusnya yg bisa melindungi bukan seperti Ve yg kebalikannya.
 .
 .
 Tahun berganti, entah sejak kapan rasa IRI itu timbul. Ve benar2 menjadi anak kesayangan orang tuanya. Kinal merasa sebagai anak kandung malah terabaikan.

 Sebenarnya ortunya tak pernah membeda2kan kasih sayang mereka untuk anak2nya, VeNal. Tapi, karena rasa takut dan iri yg menutupi hati Kinal. Ia menganggap kasih sayang ortunya hanya untuk Ve seorang.

 Kinal mulai acuh dan bersikap dingin terhadap Ve. Tapi, seakan tahu isi hati Kinal. Ve berusaha untuk selalu ada buat Kinal. Ve terus mendekati Kinal meskipun ia terus menjauhinya.

 Lama2 Kinal mulai jengah dengan sikap Ve yg selalu memberikan perhatiannya yg malah membuat Kinal merasa sakit. Kinal berfikir gimana caranya agar Ve menjauhinya. Dengan pikiran liciknya, Kinal membongkar siapa Ve yg sebenarnya. Kinal mulai bertindak kasar, dan memperlakukan Ve seperti budak. Tapi apa?
 Ve membalas perlakuan Kinal selama ini dengan senyuman.

 Usaha Kinal agar Ve jera atas perlakuannya ternyata tak membuahkan hasil, Ve bertahan sampe sekarang. Itu yg membuat Kinal semakin rapuh karena Ve terus2an melawannya dengan senyuman.

 Senyuman Ve yg meluluh lantakkan dinding hati Kinal yg keras. Senyuman Ve yg mencairkan dinginnya hati Kinal yg beku. Senyuman Ve yg memporak-porandakan pondasi hati Kinal yg kokoh. Dan semua itu karena Ve.

 Tapi, senyuman Ve-lah yg mampu menenangkan, menghangatkan dan menutupi lubang hati Kinal yg menganga. Senyuman itulah yg mengikis rasa iri dan ketakutan yg bersarang di hati Kinal. Senyuman itu. "Senyumanmu, kak!!"

 ~END~

created
Twitter (Created FF) : @dwinurmala4351 and @HanBie_48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar